DAS Deli Terparah di Indonesia

Tebingtinggi, (Analisa). Krisis listrik terus terjadi sepanjang tahun. Salah satunya akibat ketidakmampuan dalam mengelola sumber daya air (SDA). Bahkan, setelah krisis listrik diperkirakan Sumatera Utara akan mengalami krisis air yang parah. Jika tidak segera dikelola dengan baik.
Berdasarkan study JICA (Japan International Cooperation Agency), tahun 2015 akan terjadi krisis air di Medan. Kemudian, sebagian wilayah Deliserdang bila kondisi Sungai Deli tidak bisa dipulihkan.
Hal ini terupkap dari paparan sejumlah nara sumber pada kegiatan Sidang III Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sumatera II, di salah satu hotel di Medan, Senin-Selasa (8-9/9). Sidang itu dihadiri TKSDA Belawan-Ular-Padang, TKPSDA Toba-Asahan dan TKPSDA Batang Natal-Batang Batahan. Sementara, sebagai pembicara dari Dirjen SDA Kementerian PU
Pembicara dari Bappeda Sumut, Dra. Teti Magdalena, MSi, menjelaskan UNESCO telah mengingatkan pada 2020 akan terjadi krisis air global. Meski Indonesia adalah negara yang memiliki cadangan air cukup besar, tapi masih mengalami problema kelangkaan air pada wilayah tertentu.
Bahkan, di beberapa wilayah maupun daerah aliran sungai mengalami kerusakan berat. Diperkirakan, terjadi krisis air di Medan dan sebahagian Deli Serdang.
Kenapa demikian, menurut Magdalena, hal ini diakibatkan rusaknya Sungai Deli. Dimana, sesuai dengan ketentuan MDGs, hutan di sekitar DAS minimal 30 persen dari luas lahan. Tapi, DAS Deli hanya memiliki hutan 5,6 persen dari luas keseluruhan. DAS Deli, merupakan DAS terparah di Indonesia yang mengalami kerusakan.
“Jika kita tidak membenahinya, maka kita akan merasakan dampaknya setahun lagi", tegas Magdalena.
Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II, Pardomuan Gultom krisis listrik selama ini dialami Sumut karena ketidak mampuan dalam mengelola SDA. Seperti, WS Toba-Asahan saat ini memiliki SDA melimpah. Tapi, baru satu pembangkit listrik yang bisa dioperasikan. Bahkan, untuk irigasi WS Toba-Asahan mampu mengairi irigasi hingga ratusan ribu hektar. Mungkin yang sering disebut sebagai laknat dari kekayaan alam, karena ketidak mampuan mengelolanya.
Dikatakannya, paling tidak ada sejumlah isu strategis yang butuh penanganan serius terkait SDA di Sumut. Seperti, kerusakan DAS, bencana banjir, krisis air/kekeringan sedimentasi, degradasi dan erosi dasar sungai. Begitu juga dengan pencemaran sungai, hunian di bantaran sungai, alih fungsi lahan serta abrasi pantai. “Semua ini, menjadi masalah variatif di wilayah sungai",jelas Pardomuan Gultom.
Khusus untuk WS BUP (Belawan-Ular-Padang), persoalan paling mendesak terjadinya kerusakan hutan secara massif di hulu sungai sebagai kawasan konservasi. Menurut juru bicara TKPSDA Sumut Rafriandi Nasution, umumnya kerusakan DAS hulu sungai dilakukan perusahaan-perusahaan perkebunan Nasional maupun swasta.
“Kita minta, agar Gubsu melakukan langkah hukum terhadap perkebunan-perkebunan itu. Karena, daya rusaknya yang tinggi. Tapi, bagi hasilnya sangat tidak adil untuk Sumut", imbuh Rafriandi. (cha)