Pelaksanaan manajemen resiko haruslah menjadi alat dan menyatu (embedded) dalam setiap pelaksanaan pekerjaan di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Demikian salah satu poin utama yang mengemuka dalam acara Pembinaan Manajemen Resiko, Pendampingan Pembangunan Zona Integritas, dan Rapat Koordinasi Kepatuan Intern serta Manajemen Resiko di Lingkungan BBWS Serayu Opak. Acara diselenggarakan di Yogyakarta selama 3 (tiga) hari, yaitu Senin s.d. Rabu (5 s.d. 7/2/2024).
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak Gatut Bayuadji menegaskan bahwa pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang SDA, haruslah berjalan secara inklusif dan responsif.
“Pelayanan sumber daya air harus berkinerja, yang tolak ukurnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Kita harus perhatikan tupoksi utama dalam pengelolaan SDA, yaitu konservasi, pendayagunaan, pengendalian daya rusak, data dan informasi, serta pemberdayaan masyarakat,” katanya.
Gatut menambahkan, pelaksanaan tugas bidang SDA tersebut perlu ditopang dengan manajemen resiko. Oleh karena itu, pemetaan dan identifikasi resiko serta proses validasinya perlu dilakukan secara detail dan mengacu kepada kondisi riil di lapangan.
Terkait dengan pembangunan Zona Integritas (ZI), Kepala BBWS Serayu Opak mengatakan proses tersebut merupakan sebuah keniscayaan.
“Pembangunan zona integritas merupakan hal yang tidak bisa kita hindarkan. Ini merupakan tuntutan masyarakat dan sifatnya dinamis,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Kepatuhan Intern (KI) Ditjen SDA Kementerian PUPR Lilik Retno Cahyadiningsih dalam arahannya mengatakan bahwa setiap pekerjaan atau kegiatan yang ada pasti terdapat resiko. “Sehingga harus ada manajemen resiko sebagai alat dan menyatu dalam setiap pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan,” ujarnya. (hn/ifn)