
Salah satu inovasi teknologi yang saat ini sedang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air ialah Irigasi Padi Hemat Air (IPHA). IPHA merupakan salah satu metode budidaya padi dengan sistem pengelolaan tanaman, air dan tanah yang lebih efektif, efisien, serta proporsional sehingga dapat meningkatkan luas areal pertanaman, produksi padi dan pendapatan petani.
"Teknologi IPHA adalah strategi penting untuk meningkatkan efisiensi pertanian melalui pemanfaatan metode modern. Dengan IPHA, kita tidak hanya mengurangi penggunaan air, tetapi juga meningkatkan kualitas dan hasil panen. Keberhasilan teknologi ini akan menjadi dasar untuk memperluas implementasinya ke daerah-daerah irigasi lain," ujar Menteri PU Dody Anggodo melalui keterangan tertulis Senin (21/4).
IPHA menggunakan metode pengairan berselang (intermittent irrigation), memungkinkan lahan sawah menjalani siklus basah-kering teratur. Pendekatan ini terbukti menghemat air hingga 30% dan meningkatkan produktivitas padi hingga 169% dibandingkan metode konvensional.
Kekinian Kementerian PU sedang mengembangkan sebuah sistem informasi pengelolaan air berbasis digital untuk mendukung keberhasilan IPHA. Sistem ini membantu petani dan petugas lapangan dalam mengelola jadwal pengairan, memantau debit air, dan memberikan peringatan dini terkait potensi kekeringan secara akurat dan cepat. Teknologi ini akan memastikan pengelolaan air lebih akurat dan efisien, sehingga hasil IPHA dapat dioptimalkan.
Daerah Irigasi Rentang, yang melayani kebutuhan air irigasi untuk Kabupaten Indramayu, Cirebon, dan Majalengka, Jawa Barat, dipilih sebagai lokasi percontohan untuk penerapan IPHA. Lokasi ini dipilih karena merupakan pusat produksi padi utama yang memiliki jaringan irigasi yang luas.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU, telah melakukan berbagai langkah optimalisasi di DI Rentang, seperti rehabilitasi saluran irigasi, perbaikan pintu-pintu air, serta optimalisasi bendung Rentang. Upaya tersebut terbukti efektif mendukung pola pengairan hemat air.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU, Dwi Agus Kuncoro, menjelaskan bahwa pihaknya mengatur distribusi air sesuai kebutuhan masa tanam.
“Dalam implementasi IPHA, kami bertanggung jawab atas pengaturan distribusi air sesuai kebutuhan masa tanam, termasuk pengaturan pintu air, jadwal pengairan, dan monitoring kondisi saluran. Kami juga terus berkoordinasi intensif dengan petugas lapangan serta kelompok tani untuk mencapai hasil maksimal,” jelas Dwi.
Lebih lanjut Dwi memaparkan hasil panen dari metode IPHA ini, "Dari 208 demplot di DI Rentang, hingga 17 April 2025, sebanyak 15 demplot telah dipanen dengan hasil antara 6,48 ton/ha hingga 16,88 ton/ha Gabah Kering Panen (GKP). Rata-rata produktivitas mencapai 10,35 ton/ha GKP, jauh di atas metode konvensional," ungkapnya.
Dwi menambahkan bahwa teknologi IPHA memiliki potensi besar dalam mendukung swasembada pangan nasional, karena tidak hanya meningkatkan produktivitas padi tetapi juga menunjukkan hasil yang stabil di atas 6 ton/ha GKP. Dengan hasil tersebut, teknologi ini memberikan solusi berkelanjutan untuk pertanian Indonesia dan keberhasilannya akan menjamin swasembada pangan.
Irigasi hemat air sangat penting untuk keberlanjutan pertanian jangka panjang, efisien, dan mampu menjamin ketahanan pangan serta kelestarian lingkungan, terutama dalam menghadapi pertumbuhan populasi dan perubahan iklim. Irigasi hemat air memastikan penggunaan air yang bijaksana dan efisien, menghemat sumber daya air yang berharga untuk generasi mendatang serta menjaga keberlangsungan pertanian.
- Kompu SDA