Ketersediaan air di Indonesia banyak tergantung dengan alam, sementara alam pasti akan bergantung dengan iklim. Di tengah kondisi global climate change saat ini, kondisi ekstrim seperti banjir dan kekeringan bisa saja melanda Indonesia secara berkepanjangan khususnya wilayah Timur. Wilayah Indonesia bagian Timur memiliki curah hujan yang kecil dibanding wilayah lainnya, sementara kebutuhan akan air terus meningkat. Tantangan ini menjadi fokus utama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) dalam program pembangunan prasarana sumber daya air sampai tahun 2019.
Kementerian PUPR punya target membangun 65 bendungan, diantaranya 49 merupakan bendungan baru dan 16 bendungan merupakan lanjutan. Pembangunan bendungan ini bertujuan mendukung ketahanan pangan nasional dan ketahanan air. Pada musim hujan, air dapat ditampung untuk kebutuhan irigasi sehingga pada musim kemarau bisa digunakan dan bisa mencegah terjadinya kekeringan di lahan pertanian maupun kekurangan air bagi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Bina Operasional dan Pemeliharaan (OP) Agung Djuhartono, Ditjen SDA pada Dialog Indonesia Bicara bertema “Antisipasi Kekeringan dan Ketahanan Pangan” di TVRI pada Jumat (4/8/17) kemarin. Dalam dialog tersebut turut menghadirkan Pakar Pertanian IPB Profesor Musa Hubeis.
“Pemerintah sudah memprediksi kekeringan sehingga terus menggenjot pembangunan bendungan. Selain mengairi sawah dan menyediakan air baku, bendungan juga bermanfaat untuk tenaga listrik," ujar Agung. Menurutnya, musim kemarau biasanya berlangsung pada April-Oktober, namun saat ini musim kemarau maupun hujan sulit diprediksi akibat terjadinya perubahan iklim. Ia mencontohkan kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mengalami musim kemarau sampai 10 bulan.
Berbagai kejadian akibat perubahan iklim ini membuat Ditjen SDA intens melakukan antisipasi, salah satunya dengan membangun bendungan dan embung. Bendungan dan embung ini bisa melayani kebutuhan air untuk jaringan irigasi pertanian. “Ditjen SDA menargetkan pembangunan 1 juta hektar sawah sampai dengan 2019 nanti. Walaupun saat ini semakin sedikit sumber daya manusia yang ingin menjadi petani karena banyak yang pindah ke kota, masing-masing daerah bisa melakukan disertifikasi tanaman yaitu bisa menanam tanaman pengganti padi seperti kentang atau ubi,” tambah Agung.
Sementara itu, Musa menambahkan bahwa solusi lain terhadap masalah keterbatasan air adalah dengan menanam tanaman holtikultura. Langkah lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi kekeringan adalah reaksi cepat dengan memompa air dari embung yang masih memiliki air, atau dari sungai yang masih memiliki sisa-sisa dangkal.
Musa juga menjelaskan dalam mengatasi kekeringan dan ketersediaan air, masyarakat perlu melakukan manajemen pemanfaatan air baik di bawah tanah maupun di permukaan. "Jika pengaturan pemanfaatan air baik di bawah dan di permukaan tanah sudah dilaksanakan dengan membangun embung-embung dan bendungan, maka selanjutnya adalah bagaimana pengetahuan masyarakat itu sendiri mengenai musim dan tanaman yang harus ditanam. Contoh, jika kurang air maka masyarakat bisa menanam jagung atau ubi kayu. Dengan begitu masyarakat tetap bisa memanfaatan keterbatasan air dengan hasil tanam yang melimpah," ujarnya. (dro KompuSDA)
- kompusda