JAKARTA, KompasProperti - Program kerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) yang ingin diwujudkan di dalam Nawacita yakni menghadirkan ketahanan pangan nasional bagi masyarakat.
Guna mendukung upaya tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggagas program sumber daya air dengan menyelesaikan proyek pembangunan 65 bendungan dalam kurun waktu lima tahun.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Imam Santoso mengatakan, 65 bendungan yang hendak dirampungkan tersebar hampir di seluruh wilayah Tanah Air.
Dari jumlah tersebut, 16 di antaranya merupakan proyek yang telah dijalankan sejak era pemerintahan sebelumnya. Sementara sisanya merupakan proyek baru yang digagas Jokowi-JK.
Berdasarkan data yang dikutip KompasProperti dari Dirjen SDA Kementerian PUPR, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 79,1 triliun untuk menyelesaikan seluruh proyek tersebut.
"Bendungan itu proyek besar seperti jalan tol. Butuh 3-4 tahun," kata Imam kepada KompasProperti, Rabu (18/10/2017).
Untuk sebaran, Pulau Jawa masih mendominasi dengan 24 bendungan. Disusul Sumatera 11, Sulawesi 9, NTT 7, Kalimantan 5, NTB 4, Bali 3, serta Maluku dan Papua masing-masing 1 bendungan.
Adapun bendungan yang digarap pemerintah berjenis multifungsi. Artinya, selain digunakan sebagai tempat penampungan untuk air irigasi, juga sebagai sumber air baku, perikanan, pengendali banjir, pariwisata hingga sumber energi dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Membangun sebuah bendungan, menurut Imam, bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Sampai dengan akhir tahun 2017 ini, pemerintah menargetkan sepuluh bendungan rampung.
Tak mulus
Merealisasikan rencana pembangunan bendungan tak selamanya berlangsung mulus. Beragam persoalan mewarnai pembangunan bendungan itu, baik persoalan teknis maupun non teknis. Dari sisi teknis, membangun bendungan besar memiliki risiko yang tinggi dan kompleks.
"Karena itu kami punya Komisi Keamanan Bendungan (KKB). Nah, semua bendungan yang belum dibangun, itu harus dapat sertifikasi KKB," kata Imam.
KKB terdiri atas para pakar dan ahli yang sudah malang melintang di bidang bendungan. Mereka bertugas mengeluarkan sertifikasi secara periodik, mulai dari desain bendungan, pelaksanaan konstruksi, pengisian air, hingga pengoperasian.
Sedangkan, kendala non teknis lebih sering terjadi saat proses pembebasan lahan. Imam menyebut, dalam membangun sebuah bendungan, dibutuhkan area minimal 300 hektar.
Untuk kawasan dengan penduduk padat seperti di Jawa, menyediakan lahan seluas itu tentu bukan perkara mudah. Tak jarang tim menemukan kesulitan lantaran harga jual lahan yang diminta masyarakat lebih tinggi dari harga yang ditetapkan tim penilai atau appraisal.
"Nah itu kita lakukan pendekatan ke mereka, kalau mereka tidak mau kita konsinyasi ke pengadilan biar pengadilan yang memutuskan. Itu lebih terbuka. Jadi tidak ada yang kita sembunyikan," kata dia.
Manfaat ekonomi
Pembangunan sebuah bendungan diyakini memberikan dampak ekonomi tinggi kepada masyarakat. Saat ini, Indonesia telah memiliki sekitar 230 bendungan.
Dari jumlah tersebut, baru sekitar 11 persen dari 7,4 juta hektar lahan sawah irigasi yang terlayani. Sementara, bila 65 proyek bendungan itu rampung, diperkirakan presentase hanya bertambah 8 persen, menjadi 19 persen dari 7,4 juta hektar lahan.
Itu artinya, baru sekitar 1,41 juta hektar lahan yang terlayani irigasi saat seluruh proyek bendungan itu rampung.
Imam mengatakan, tanpa bendungan, petani mungkin hanya bisa panen 1-2 kali dalam setahun. Sementara, dengan bantuan bendungan, panen dapat dilakukan sampai 3,5 kali.
"Kalau dikalikan produknya berapa dalam ton, kan bisa dikali 2,5 atau 3,5 kali lagi," sebut Imam.
Dengan bertambahnya jumlah panen yang ada, produksi padi dan tanaman lainnya pun akan semakin meningkat. Dengan demikian upaya pemerintah dalam mewujudkan program ketahanan pangan akan selangkah lebih mudah.
sumber : kompas.com
- sisda