Semarang - Gangguan genjer atau eceng gondok di Rawa Pening, Semarang, sedang diatasi oleh Pemerintah dibantu pula pihak swasta. Setidaknya butuh 4 tahun untuk menghilangkan gulma yang menutup 800 hektar permukaan danau tersebut.
Lamanya jangka waktu penanganan memang dipengaruhi beberapa faktor antara lain pertumbuhan eceng gondok yang cepat serta cakupannya yang luas mencapai 800 hektar. Penanganan dari pemerintah pun sudah dilakukan sejak setahun terakhir.
"Kita sudah mulai sejak setahunan ini," kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Ruhban Ruzziyatno, kepada detikcom.
Ruhban mengatakan tahun 2002 tercatat luas danau Rawa Pening yaitu 2.670 hektar, namun tahun 2015 sudah menyempit menjadi 1.850 hektar karena karamba dan 800 hektar eceng gondok. Kualitas air dan fungsinya pun mengalami penurunan.
Sejumlah alat berat diturunkan Kementerian Pekerjaan Umum melalui BBWS Pemali Juana untuk mengatasi eceng gondok, diantaranya eskavator dan aquatic weed harvester untuk menarik eceng gondok ke tepian. Gulma tersebut kemudian ditumpuk kemudian didisposal.
"Kita ada pembuangan dan disposal. Di daerah Bukit Cinta dekat situ. Ada juga sebagian kecil yang kita alirkan ke sungai," terang Ruhban.
Baca juga: Peningnya Pengelola Rawa Pening Mengatasi Kepungan Genjer
Proses pembersihannya, dalam satu tahun diperkirakan bisa membersihkan 200 hektar sudah termasuk perhitungan pertumbuhan eceng gondok yang cepat. Sehingga untuk 800 hektar, estimasi waktu yang dibutuhkan yaitu 4 tahun.
"Diperkirakan selesai 4 tahun karena 1 tahun 200 hektar," pungkasnya.
Revitalisasi, lanjut Ruhban, juga harus didukung masyarakat sekitar salah satunya terkait batas-batas yang tidak boleh dilalui. Maka Pemerintah juga melakukan sosialisasi agar fungsi danau kembali maksimal.
Pihak swasta yang ikut berusaha menanggulangi eceng gondok di Rawa Pening adalah perusahaan jamu PT Sido Muncul, Tbk. Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat, mengatakan sejak bulan Oktorber 2016 lalu, pabriknya di Kabupaten Semarang sudah memanfaatkan eceng gondok sebagai bahan bakar pengganti gas dengan mengolahnya menjadi briket berbentuk pellet.
"Saya kan sering lewat sini, danau kok banyak eceng gondoknya. Saya cari jalan bisa dijadikan apa. Saya punya ide jadi bahan bakar. Ternyata bisa, saya mulai Oktober kemarin," kata Irwan.
Irwan mengistilahkan dirinya 'memungut sampah' eceng gondok yang diangkut dan menumpuk agar ada lahan penampung serta bisa bermanfaat. Penggunaan eceng gondok di pabrik Sido Muncul tidak ditarget, Irwan menjelaskan pihaknya hanya ikut membantu agar Rawa Pening kembali indah tanpa eceng gondok.
"Bisa dibilang saya memungut sampah. Saya ambil yang menumpuk, saya gunakan untuk bahan bakar. Kalau sudah habis, ya sudah," pungkas Irwan.
"Saya beli (eceng gondok) juga bersedia," imbuhnya.
Menanggapi bantuan dari pihak swasta, Ruhban, mengatakan hal itu tentu meringankan terutama terkait proses pembuangan yang berlanjut disposal. Apalagi eceng gondok itu bisa dimanfaat sebagai sumber tenaga oleh perusahaan.
"Kalau diambili ya tidak apa-apa. Malah meringankan proses pembuangan," kata Ruhban.
Salah satu warga, Salam (56) mengakui keberadaan eceng gondok mengganggu kegiatan mencari ikan di sana. Ia berharap eceng gondok segera bisa diatasi. Namun diakuinya, ada juga warga yang masih berusaha mempertahankan karena bisa dijual.
"Ya tetap ada pro dan kontra, karena ada yang bisa jual. Tapi ini jadi jelek dan mengganggu kalau ada eceng gondok," ujar Salam.
- sisda