Membuka tahun 2025 Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNI-BB) atau Indonesian National Committee on Large Dams (INACOLD) menggelar webinar series 4 dengan tema “Tantangan Dalam Pembangunan Bendungan Tipe Urugan Batu Membran Beton atau Concrete Face Rockfill Dam (CFRD)” pada jumat (14/2).

Bendungan menjadi infrastruktur sumber daya air yang memiliki peran strategis dalam mendukung ketahanan air, pangan dan energi. Dilihat dari materialnya, infrastruktur ini memiliki 2 tipe yakni beton dan urugan batu. Di tengah dinamika geoteknik, hidrologi, serta aspek teknis lainnya, bedungan dengan tipe CFRD menjadi salah satu solusi yang banyak diterapkan dalam proyek bendungan besar.

Saat ini Indonesia memiliki 8 bendungan dengan tipe CFRD yakni Bendungan Pacal di Jawa Timur, Bendungan Cirata di Jawa Barat, Bendungan Bener di Jawa Tengah, dan Bendungan Batubesi, Ponre-ponre, Pamukulu, Karalloe dan Jenelata di Sulawesi Selatan.

Namun, di balik keunggulannya, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi, mulai dari karakteristik material urugan, stabilitas lereng, hingga aspek desain dan konstruksi membran beton sebagai elemen utama dalam memastikan ketahanan bendungan. Beberapa tantangan dalam membangun bendungan dengan tipe CFRD diantaranya :

Tantangan Desain

Pemilihan material

:

Batu urugan harus memenuhi kriteria kekuatan dan durabilitas.
Membran beton (concrete face) harus tahan terhadap retak dan    kebocoran.

Analisis geoteknik

:

Perlu pemahaman mendalam tentang kondisi tanah dan batuan dasar untuk menghindari penurunan (settlement) yang berlebihan.

Desain membran beton

:

Ketebalan, kekuatan, dan metode pengecoran harus dirancang untuk menahan tekanan air dan deformasi.

                                              

Tantangan Konstruksi

Pengadaan Material

:

Ketersediaan material batu  yang berkualitas di lokasi proyek.

Teknik konstruksi

:

Proses pemadatan (compaction) batu urugan dan pengecoran      membrane beton memerlukan ketelitian tinggi.

Kondisi cuaca & geografis

:

Tantangan di daerah dengan curah hujan tinggi atau topografi    yang sulit.

                                              

Tantangan Operasional dan Pemeliharaan

Kebocoran membran beton

:

Retak pada membran beton dapat menyebabkan kebocoran, sehingga perlu pemantauan rutin.

Pemantauan deformasi

:

Penggunaan instrumen seperti piezometer, inclinometer, dan settlement gauge untuk memantau pergerakan bendungan.

Pemeliharaan berkala

:

Perbaikan membran beton dan sistem drainase untuk memastikan umur bendungan yang panjang

 

Dalam sambutannya Adenan Rasyid selaku Ketua Umum KNI-BB berharap webinar ini menjadi wadah sharing knowledge mengenai tantangan pelaksanaan bendungan sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang apa saja hal hal yang harus diperhatikan untuk meminimalisir risiko kegagalan bendungan yang mungkin sedang di desain atau dibangun.

Kolaborasi dan upaya bersama dari berbagai pihak, baik pemerintah, industri, akademisi, maupun masyarakat merupakan kunci untuk meningkatkan standar keamanan bendungan dan melindungi lingkungan serta masyarakat.

“Saya percaya bahwa dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman, kita dapat bersama-sama dapat meningkatkan pemahaman kita dalam mendesain, melaksanakan, dan mengelola keamanan bendungan urugan batu membran beton di Indonesia. , ucap Adenan.

Webinar yang dihadiri oleh 500an peserta ini menghadirkan narasumber Professor Xu Zeping, dari Technical Committee On Dam Safety ICOLD, Novan Eka Adilla selaku Kepala SNVT Pembangunan BBWS Serayu Opak, Firman Ahmadi selaku Team Leader Supervisi Pembangunan Bendungan Bener. Lalu Duki Malindo, selaku Sekeretaris Umum INACOLD sebagai pembahas, Andik Arwik dari Komisi Pemilihan Tipe Bendungan INACOLD selaku Moderator.

  • Kompu SDA

Share this Post