Jumat, 26 Mei 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggelar Diskusi Bersama Media di ruang Media Centre, Kementerian PUPR. Tema yang diusung dalam acara ini adalah Progres Pembangunan 65 Bendungan dan Irigasi Dalam Rangka Ketahanan Pangan, Air dan Energi. Hadir sebagai narasumber Direktur Jenderal Sumber Daya Air Imam Santoso, didampingi Direktur Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air Tri Sasongko Widianto, Direktur Irigasi dan Rawa Mochammad Mazid dan Rizal selaku Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pusat Bendungan.
Berdasarkan rencana strategis (2015-2019) pembangunan insfrastruktur sumber daya air dalam mendukung ketahanan air, pangan dan energi, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air punya target sebagai berikut, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi seluas 3 juta hektar, pembangunan jaringan irigasi baru seluas 1 juta hektar, pembangunan 65 bendungan (49 baru, dan 16 lanjutan), pembangunan embung/bangunan penampung air lainnya sebanyak 1088, pembangunan 306 buah pengendali lahar, pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana pengamanan pantai sepanjang 530 km, pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir sepanjang 3080 km dan pembangunan/peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan air baku menjadi 67,52 m3/detik.
“Terkait bendungan, saat ini Indonesia sudah memiliki bendungan existing sebanyak 231 yang total tampungannya 12,6 milyar m3. Dengan terselesaikannya pembangunan 65 bendungan sampai tahun 2022 nanti, maka total tampungan akan meningkat menjadi 19,13 milyar m3. Hal ini akan berdampak positif terhadap ketahanan air yang akan meningkatkan produksi pertanian sehingga ketahanan pangan Indonesia semakin meningkat,” ujar Imam dalam sambutannya. Sampai dengan tahun 2019, akan ada 29 bendungan yang selesai dibangun, diantaranya Bendungan Rajui, Bendungan Keureuto, Bendungan Paya Seunara yang berada di Pulau Sumatera. Sementara di Pulau Jawa ada Bendungan Jatigede, Bendungan Bajul Mati, Bendungan Nipah, Bendungan Kuningan, Bendungan Bendo, Bendungan Gongseng, Bendungan Tukul, Bendungan Gondang, Bendungan Pidekso, Bendungan Tugu, Bendungan Logung, Bendungan Ciawi, dan Bendungan Sukamahi. Di pulau Kalimantan ada Bendungan Marangkayu, Bendungan Tapin, & Bendungan Teritip. Begitu pula di Pulau Sulawesi ada Bendungan Karalloe, Bendungan Lolak, Bendungan Passeloreng, Bendungan Kuwil Kawangkoan. Sementara di Pulau Bali dan Nusa Tenggara ada Bendungan Raknamo, Bendungan Titab, Bendungan Bintang Bano, Bendungan Tanju, Bendungan Mila, dan Bendungan Rotiklod.
Imam menambahkan bahwa di tahun 2017 ada beberapa bendungan yang akan diresmikan seperti Bendungan Raknamo yang progres fisiknya sudah mencapai 92,6%, bahkan progres ini lebih cepat 1,5 tahun, yang seharusnya selesai pada tahun 2019. Selain itu ada Bendungan Tanju dan Bendungan Mila yang saat ini sudah mencapai 75,43% untuk progres fisik. “Setelah diresmikan, masing-masing bendungan belum bisa langsung dirasakan manfaatnya karena harus diisi (impounding) terlebih dahulu yang masa pengisian airnya bisa 2 sampai 2,5 kali musim hujan”, jelas Imam kepada rekan media.
Selaras dengan percepatan pembangunan bendungan tersebut, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) juga bekerjasama dengan lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Pada tahun 2017 ini, LMAN akan mendanai biaya pembebasan lahan sebesar 2,378 triliun. Ijin pengelolaan dana dari Menteri Keuangan juga sudah terbit pada tanggal 3 Mei 2017. Saat ini, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air sedang menyusun MoU (perjanjian kerjasama) antara Kementerian PUPR yang dalam hal ini Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Penyedia Jasa dan LMAN itu sendiri. Di dalam perjanjian tersebut akan dijelaskan bahwa penyedia jasa sepakat untuk menalangi terlebih dahulu biaya ganti rugi akibat pembebasan lahan, sembari menunggu DIPA dari LMAN terbit.
Dana 2,378 triliun tersebut dialokasikan untuk 24 bendungan. 18 diantaranya sudah terkontrak, jadi sudah bisa ditalangi oleh kontraktor (penyedia jasa). Diharapkan MoU tersebut sudah bisa ditandatangai pada Juni 2017. Namun demikian, para penyedia jasa yang paketnya sudah terkontrak sudah melakukan proses ganti rugi di lapangan terhadap lahan yang terkena dampak. Aturan cost of fund dalam kesepakatan ini juga didasarkan pada peraturan Bank Indonesia. Selain itu, BPKP juga turut dilibatkan untuk melakukan pendampingan terhadap penggunaan dana tersebut sehingga bisa tepat sasaran.
Dari sisi pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, sampai dengan Mei 2017 Ditjen SDA telah melakukan pembangunan sebesar 43,91% terhadap daerah irigasi kewenangan pusat (561.173 hektar) dan merehabilitasi sebesar 70,14% dari 1.371.047 yang menjadi kewenangan pusat sesuai dengan UU No.23 Tahun 2015. Mazid selaku Direktur Irigasi dan Rawa menjelaskan, saat ini Direktorat Jenderal Sumber Daya Air juga menggalakkan program P3-TGAI (Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi).
Program tersebut merupakan program pemberdayaan untuk perbaikan, rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi di pedesaan yang dibiayai APBN dan melibatkan langsung petani dan masyarakat setempat. Di tahun 2017 ada 3000 lokasi P3-TGAI yang tersebar di 34 provinsi pada 33 wilayah sungai dengan total dana 600 miliar rupiah. Dana tersebut dibagi 200 juta rupiah per lokasi (178 juta untuk pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh petani dan 22 juta untuk konsultan pengawas yaitu masyarakat setempat). Diharapkan masyarakat akan semakin bersemangat untuk melihat dan terlibat langsung terhadap pengelolaan jaringan irigasi tersier (sawah) sehingga bisa meningkatkan produksi pertanian.
Sejalan dengan program ini, Ditjen SDA juga melakukan audit kinerja irigasi se-Indonesia. Melalui kegiatan ini, Ditjen SDA akan melakukan pengecekan terhadap bangunan bendungan, jaringan primer, sekunder, dan tersier termasuk kondisi sawah. Dengan hasil audit yang jelas, maka perbaikan yang dilakukan juga bisa tepat guna. (dro/ech KompuSDA)
- kompusda