Saat ini sudah ada 7 miliar penduduk dunia dan pada tahun 2045 jumlah itu akan meningkat menjadi 70 persen sehingga akan dibutuhkan peningkatan produksi pangan 70 persen. Indonesia memiliki sumber daya yang cukup besar tetapi jumlah penduduknya terus meningkat, maka sumber daya di Indonesia harus dikelola secara maksimal agar dapat mencukupi kebutuhan mendasar penduduknya. Untuk itu dalam rangka mendorong peningkatan produksi pangan nasional, dilakukan berbagai program seperti intensifikasi pertanian, ekstensifikasi pertanian, diversifikasi pertanian, mekanisasi pertanian dan rehabilitasi pertanian.

Khusus untuk program peningkatan pangan nasional yang berhubungan dengan tugas dan peran dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah melakuka intensifikasi pertanian yaitu mengintensifkan pengolahan lahan pertanian untuk meningkatkan hasil pertanian salah satunya adalah penyediaan irigasi yang handal. Dan ekstensifikasi pertanian yaitu memperluas lahan pertanian baru, antara lain membangun daerah irigasi baru dan membuka daerah rawa baru.

 

“Dalam mendukung peningkatan pangan nasional, sistem irigasi sangatlah penting. Sistem irigasi terdiri dari air, infrastruktur sumber daya air, manajemen irigasi, sumber daya manusia dan operasi dan pemeliharaan. Sistem irigasi merupakan tulang punggung dari kedaulatan pangan,” kata Adang Saf Ahmad, Sekretaris Harian Dewan Sumber Daya Air Nasional, mewakili Menteri PUPR dalam acara Seminar Jakarta Food Security Summit, di Jakarta (130215).

 

Saat ini luas areal irigasi di Indonesia adalah 7.145.168 ha yang terdiri dari irigasi kewenangan pusat 2.376.521 ha (33%), irigasi kewenangan provinsi 1.105.475 ha (16%) dan irigasi kewenangan kab/kota 3.663.172 ha (51%). Kebijakan irigasi dalam rangka mendukung peningkatan produksi pangan 2015-2019 yang dilakukan oleh Kementerian PUPR adalah dengan membangun 65 waduk, rehabilitasi irigasi 3 juta ha, pembangunan irigasi baru 1 juta ha dan OP irigasi seluas 3.417.201 ha.

 

Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai tingkat produktivitas irigasi dan potensi pengembangan irigasi yang berbeda, contohnya saja Jawa dimana untuk tingkat produktivitasnya tinggi namun potensinya rendah sedangkan Kalimantan untuk tingkat produktivitas irigasi rendah namun potensinya tinggi karena lahan yang ada di sana adalah rawa. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh JICA pada tahun 1993.

 

“Perbedaan tersebut dapat dijadikan acuan untuk melihat kembali, mana saja daerah yang harus dilakukan pembangunan irigasi baru dan mana daerah yang harus dilakukan operasi dan pemeliharaan irigasi. Untuk itu ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam mengembangkan irigasi seperti kepemilikan dan status tanah jelas, tidak ada sengketa tanah; ketersediaan petani dan petani penggarap; keterpaduan pengembangan dan pengelolaan antara jaringan utama (primer dan sekunder), tersier, penyiapan lahan berpengairan dan cetak sawah; intensifikasi; efisiensi penggunaan air irigasi dan pelaksanaan dan penjabaran undang-undang no. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” lanjut Adang Saf Ahmad.

 

Dalam keterpaduan pengembangan dan pengelolaan irigasi, Kementerian PUPR berharap dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait karena ada beberapa lahan yang dikerjakan Kementerian PUPR, masyarakat dan Kementerian Pertanian, seperti untuk irigasi primer dan sekunder dilakukan oleh Kementerian PUPR, irigasi tersier dilakukan oleh masyarakat dan pengatur irigasi dilakukan oleh Kementerian Pertanian.

 

Adang Saf Ahmad berharap agar koordinasi tersebut dapat memperjelas tugas dan peran dari pihak-pihak yang terkait dengan irigasi sehingga peningkatan pangan nasional dapat terwujud.

 

Acara seminar ini turut dihadiri oleh Jenderal Moeldoko, Panglima TNI, Sofyn Wanandi, Ketua Tim Ahli Wapres, Agus Purnomo, Mantan Staf Ahli Presiden Bidang Perubahan Iklim dan perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

  • Superman

Share this Post