Pentingnya irigasi dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan dalam pembangunan pengairan, yang diikuti dengan perluasan jaringan irigasi melalui peningkatan penyediaan air tanah untuk memelihara fungsinya sumber air dan jaringan irigasi bagi pertanian.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Imam Santoso dalam peresmian Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) untuk masyarakat petani di Desa Rejomulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, (17/2). Peresmian ini juga dilakukan bersama Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan, Wakil Gubernur Lampung, Bachtiar Basri, anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil dan Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan.
“Kegiatan air tanah dan air baku tersebut merupakan pemboran sumur produksi dan pembangunan JIAT Rejomulyo yang tersebar di 4 lokasi di Desa Rejomulyo dengan debit pengambilan masing-masing sekitar 20 liter per detik, dan kedalaman sumur mencapai 100 – 145 meter persegi”, ujar Imam. Adapun luas daerah layanan jaringan irigasi mencapai 80 hektar dengan masing-masing lokasi sebesar 20 hektar.
“Berdasarkan perhitungan kami, saat ini panen hanya dapat dilakukan satu kali dalam setahun. Kami berharap dengan adanya jaringan irigasi tersebut, panen bisa menjadi dua kali setahun”, lanjut Imam.
Selama kurun waktu tahun 1991 hingga 2017, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung telah membangun JIAT sebanyak 179 unit yang tersebar di 17 Kabupaten di Provinsi Lampung. Di tahun 2017, sejumlah 20 unit JIAT telah dibangun dengan rincian, Lampung Tengah 1 unit, Lampung Timur 7 unit dan Lampung Selatan 12 unit.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Air Tanah dan Air Baku Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Dwi Sugianto mengatakan bahwa sebelum adanya sumur ini masyarakat hanya mengandalkan sungai untuk mendapatkan air. Pada musim kemarau, terlebih kemarau panjang, sungai kerap mengalami kekeringan hingga menyulitkan masyarakat. “Dua puluh liter per detik itu kalau untuk sawah bisa memenuhi kebutuhan hingga 20 hektar, dan untuk masyarakat bisa untuk 20.000 jiwa”, jelas Dwi.
Dwi juga menghimbau agar masyarakat dapat turut serta dalam upaya merawat fasilitas yang sudah ada. Sebab, sistem pengelolaan sumur beserta biaya operasional diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, meskipun biaya pemeliharaan sumur akan ditanggung sepenuhnya oleh Kementerian PUPR. (ech/nan-kompuSDA)
- kompusda