Keberadaan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang digugat salah satunya oleh PP Muhammadiyah beserta beberapa lembaga swadaya masyarat, akhirnya dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut diangkat dalam program Economic Challenge di MetroTV yang menghadirkan narasumber mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, ahli tata air Firdaus Ali, Rahmat Hidayat dari Forum Komunikasi Lintas Asosiasi, serta Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mudjiadi (10/03).

Fahmi Idris mengatakan saat ini dunia dihadapkan pada krisis pangan, energi dan air. Problem terbesar pertanian adalah pada sumber daya air dan pengelolaan air yang tidak tepat guna. Karena itu ia berpendapat bahwa air harus dikelola oleh negara untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air secara merata. “Semangat pengelolaannya bukan antiswasta tapi bagaimana supaya air dapat dimanfaatkan masyakarat secara berkeadilan. Pada kenyataannya rumah tangga banyak yang belum mendapat akses air bersih. Oleh karena itu dilakukan permohonan untuk menggugat,” urai mantan Menteri Perindustrian ini.

 

Terkait dengan dianulirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh MK, Direktur Jenderal SDA Mudjiadi mengatakan pemerintah tidak mengalami kekosongan paying hokum dalam pengelolaan sumber daya air. “Saat ini pemerintah kembali menggunakan UU Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan. Namun perlu diketahui bahwa UU tersebut dibuat 40 tahun lalu, sehingga ada faktor kekinian yang harus menjadi pertimbangan. Jadi sekarang Kementerian PU-PR sedang mempersiapkan peraturan pelaksanaan untuk memperkuat pelaksanaan dari kegiatan sumber daya air,” tuturnya.

 

Lebih lanjut Mudjiadi menjelaskan saat ini Kementerian PU-PR tengah menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengusahaan air oleh negara tanpa menghilangkan peran swasta. Rancangan peraturan ini diharapkan dapat selesai dalam satu bulan ke depan.

  • Superman

Share this Post