Seiring bertambahnya penduduk di Indonesia maka kebutuhan akan air untuk rumah tangga juga semakin besar, dan tentu saja akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kebutuhan akan pangan, pertanian dan industri, sehingga diperlukan semakin banyak tampungan air untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Bukan itu saja, perubahan iklim juga menjadi tantangan dalam penyediaan air baku, panjangnya musim kemarau mengakibatkan kekeringan, dan meningkatnya intensitas hujan dan permukaan air laut berdampak pada banjir. Begitu juga dengan berbagai tantangan lainnya seperti degradasi daerah aliran sungai di daerah hulu, juga menurunnya debit pada sumber air dan tinggi laju sedimentasi pada tampungan-tampungan air seperti waduk, embung, danau, dan situ. Di samping itu, kualitas air juga semakin turun akibat tingginya tingkat pencemaran pada sungai dan sumber-sumber air lainnya yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.
Permasalahan teknis dan non teknis tersebut tentu saja semakin memperparah kondisi kelestarian air di Indonesia. Tak ayal lagi, banyak lembaga yang saling menyalahkan program yang sudah ada tanpa memberi solusi yang nyata. Tidak itu saja, banyak pula masyarakat yang mengeluh saja tanpa berbuat sesuatu untuk perubahan. Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan terlalu lama, karena tidak akan memberi manfaat apa-apa. Satu dari sekian banyak solusi yang bisa dilakukan adalah gotong royong.
Hal inilah yang disampaikan Direktur BPSDA Fauzi Idris yang hadir mewakili Direktur Jenderal Sumber Daya Air Hari Suprayogi pada Seminar Nasional Hari Air Dunia 2019 di Gedung Serbaguna Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang hari ini (21 Maret 2019). Sebagai Keynote Speaker dalam acara tersebut, Fauzi menyampaikan bahwa Kementerian PUPR melalui Ditjen SDA selalu meningkatkan program-program pembangunan infrastruktur untuk sumber-sumber air yang tersebar di Indonesia. Kegiatan ini tergolong dalam kegiatan struktural.
Ia menambahkan bahwa pemerintah, masyarakat dan akademisi dapat berkolaborasi melalui aksi non struktural, seperti membudayakan menanam pohon (tanaman) pada setiap lahan yang ada di sekitar mereka. Tentu saja ini bisa sangat bermanfaat untuk menyimpan air. Bagaimana bisa pohon dapat menjadi tempat menyimpan air? Karena pada saat hujan turun pasti akan masuk ke dalam tanah. Pohon yang ada di sekitar akan langsung menjadi tempat penyimpanan air yang diresap oleh tanah melalui akar-akar pohon. Jika tidak ada pohon yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan air maka air tersebut akan langsung terbuang begitu saja baik ke sungai maupun ke laut, sehingga dapat menyebabkan makhluk hidup yang ada di sekitar kekurangan sumber air. Secara struktural, Ditjen SDA telah membangun banyak tampungan air untuk menampung air hujan tersebut.
Seminar Nasional yang dihadiri oleh Walikota Palembang Harnojoyo, dan Rektor Universitas Sriwijaya Anis Saggaff tersebut cukup disambut antusias oleh ratusan mahasiswa, akademisi juga masyarakat. “Direktorat Jenderal Sumber Daya Air akan terus membenahi sumber-sumber air melalui program konservasi SDA, juga meningkatkan sistem informasi sumber daya air agar semua orang mendapatkan akses akan air. Namun, kami butuh kontribusi dari semua lapisan masyarakat agar berbagai program tersebut bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan,” tutur Fauzi dalam paparannya. (dro kompusda)
- kompusda