Permasalahan sungai sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Hal yang paling sering adalah kejadian banjir.  Frekuensi kejadian banjir di Indonesia pada kurun waktu 20 tahun terakhir ini cenderung meningkat. Pada tahun 2017 misalnya, kejadian tersebut meningkat menjadi 146 kejadian per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa banjir bukan lagi hal yang dapat diabaikan. Banjir bukan hanya dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi, namun juga sebagai implikasi atau dampak dari aktivitas lainnya, contohnya penggundulan hutan di daerah hulu, yang menyebabkan aliran air menjadi lebih cepat ke daerah hilir. Hal tersebut selanjutnya menimbulkan sedimentasi pada dasar sungai dan akan mengurangi kapasitas tampung sungai.

“Sungai itu dibutuhkan sampai kapan pun sehingga perlu adanya kegiatan konservasi yang juga berkelanjutan, peran PUPR terhadap sungai itu sebagian besar kita dominan di kuantitas air kalau di kualitas kita sebagai pendukung. Masalah sungai tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah saja namun semua pihak kita kolaborasi, seperti swasta, masyarakat, akademisi,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada acara Kongres Sungai Indonesia 4.0 di Cibubur (21/3).

Kegiatan Kongres Sungai Indonesia merupakan kegiatan rutin tahunan, yang bertujuan untuk menjadi wadah bersama bagi seluruh 2 pihak, tidak hanya dari kalangan Pemerintahan, namun juga dari akademisi, para pemerhati sungai, maupun masyarakat luas pada umumnya, bertukar informasi dan pengalaman, serta mendiskusikan berbagai alternatif solusi atas permasalahan-permasalahan terkait pengelolaan sungai di Indonesia. Kongres Sungai tahun ini dilaksanakan untuk menyambut pengembangan industri generasi keempat dengan mengusung tema “Sungai Sebagai Pusat Peradaban Bagi Peningkatan Kualitas Hidup Manusia”.

Pemerintah melalui Kementerian PUPR, bersama dengan seluruh pihak terkait baik itu Pemerintah Daerah, akademisi, ataupun badan usaha, tidak hanya berkomitmen untuk membangun infrastruktur pengendali banjir atau melaksanakan normalisasi sungai, dalam rangka mengatasi berbagai masalah sungai, tapi semua itu juga dibarengi dengan upaya nonstruktural lainnya, sebagaimana yang disebutkan dengan melibatkan masyarakat dan berbagai pihak. Misalnya saja melalui kegiatan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air atau GNKPA.

Lalu, dengan konsep industrial 4.0 yang inovatif, bagaimana dengan pengelolaan sungai kita ke depan untuk menjawab tantangan perkembangan jaman ini? Maka perlu bergerak dimulai dari pendekatan yang sifatnya konvensional menuju pendekatan yang lebih modern. Penggunaan teknologi sistem informasi hendaknya sudah menjadi bagian terintegrasi pada pengelolaan sungai di Indonesia.

 

  • kompusda

Share this Post