Menurut BMKG, Indonesia diramalkan akan mengalami puncak kekeringan di bulan Agustus mendatang, untuk itu Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR telah menyiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi hal tersebut.
Saat ini sebagian wilayah Indonesia ada yang sudah mulai mengalami kekeringan sejak bulan Mei, beberapa wilayah masih ada yang terjadi banjir, namun secara umum diperkirakan puncak kekeringan akan terjadi di bulan Agustus dan sebaran terdampak lebih luas pada bulan September.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Hari Suprayogi dalam jumpa pers (12/07 di Jakarta, menerangkan bahwa kekeringan berpengaruh terhadap tampungan air di Indonesia. Saat ini ada 16 waduk utama dengan kapasitas 50 juta meter kubik, 6 waduk diantaranya masih dalam kondisi normal, artinya masih sesuai dengan rencana operasi, sedang 10 waduk lainnya dalam kondisi di bawah normal. 75 waduk lainnya yang juga dalam pantauan terdiri dari 10 waduk dalam kondisi normal, 58 waduk kondisi di bawah rencana, dan 7 waduk dalam kondisi kering dan sudah memasuki siaga kekeringan. Untuk kondisi yang kering dapat dilakukan perubahan operasinya.
“Dalam upaya mengatasi kekeringan ini, terutama di daerah irigasi akan dilakukan perubahan operasi, pengelolaan air, pemberdayaan petani serta efisiensi penggunaan air,” jelas Hari. Cara irigasi akan diubah dengan cara irigasi berselang (intermittent irrigation). Selain itu, dalam menghadapi kekeringan ini PUPR juga melakukan antisipasi dengan menyiapkan pompa sentrifugal berkapasitas 16 liter per detik. Pompa disiapkan sebanyak 1000 unit tersebar di 34 provinsi, membangun sumur bor sebanyak dua titik untuk setiap Balai Besar/ Balai Wilayah Sungai di setiap daerah, serta untuk daerah yang mengalami kekeringan kritis PUPR telah menyiapkan mobil tangki air.
Hari juga mengatakan bahwa kekeringan tidak terbatas pada daerah irigasi saja, melainkan juga kekeringan air rumah tangga yaitu air minum. Hal ini sering terjadi di daerah-daerah yang setiap tahunnya memang kering, seperti Gunung Kidul dan Bulukumba.
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Agung Djuhartono menambahkan, dalam hal antisipasi kekeringan tentu pola operasi akan berubah, oleh karena itu petani dihimbau untuk disiplin dalam mengikuti rencana tata tanam. Sedang untuk daerah yang kritis air baku seperti Bulukumba, Gunung Kidul, Magetan akan dilakukan suplai air bersih karena memang di daerah tersebut susah sumber air. “Jadi pada intinya, untuk mengantisipasi kekeringan kita akan selalu melakukan bor jika di daerah tersebut ada cadangan air dan akan dilakukan distribusi air bersih untuk daerah yang tidak ada sumber airnya,” imbuhnya.
(Kompu SDA - han/ech/ams)
- kompusda