Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata +92 m DPL. Di kota ini terdapat pertemuan beberapa sungai, diantaranya Kali Pepe, Kali Gajah Putih dan Kali Anyar, serta Kali Premulung dengan Bengawan Solo. Kondisi dataran yang rendah ditambah dengan pertemuan beberapa sungai membuat Kota Solo beberapa kali dilanda banjir seperti yang terjadi pada Maret 1966, Maret 1968, Maret 1973, Februari 1974, Maret 1975, Februari 1993, Desember 2007, 2011, 2013, 2015 serta diawal tahun 2016.
Banjir yang terjadi sejak tahun 2013 sampai 2016 menyebabkan terjadinya genangan di beberapa tempat, antara lain Kalurahan Banyuanyar, underpass Gilingan, Kalurahan Semanggi, Terminal/Pasar Jongke, Monumen Pers, Kelurahan Baron, Kalurahan Kampung Sewu, dan beberapa tempat lainnya. Genangan ini muncul disebabkan cuaca yang ekstrim dengan curah hujan yang tinggi. Selain itu, tanggul pada Sungai Bengawan Solo yang melindungi Kota Surakarta masih menggunakan tanggul berkapasitas kala ulang tahunan Q10 (1550 m3/detik) dan juga terdapat beberapa titik lokasi yang belum memiliki tanggul. Kondisi ini pun diperparah dengan kondisi jaringan drainase perkotaan, baik saluran drainase, pintu air, maupun kondisi pompa banjir yang dinilai sudah tidak memadai dan tidak berfungsi secara optimal, sehingga apabila muka air Sungai Bengawan Solo naik, akan terjadi back water melalui saluran drainase tersebut.
Tentu saja banyak yang terkena dampak dari kejadian tersebut, diantaranya rumah penduduk, pabrik, jalan lintas provinsi, jalan kampung, sekolah, juga tempat ibadah. Namun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak tinggal diam. Sebagai lembaga pemerintah yang diamanahi tanggung jawab untuk menangani pembangunan infrastruktur di Indonesia, Kementerian PUPR berupaya maksimal dalam membangun dan memperbaiki infrastruktur agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat. Permasalahan banjir di Kota Solo tersebut ditanggapi oleh Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) dengan melakukan penanganan genangan dan pengendalian banjir secara intensif dan berkelanjutan.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo yang merupakan perwakilan Ditjen SDA di kota tersebut. Ada beberapa sasaran penanganan banjir kota Solo yang dilakukan BBWS Bengawan Solo, diantaranya pengendalian banjir akibat limpasan sungai yaitu dengan meninggikan tanggul sungai Bengawan Solo, membuat dan meninggikan parapet (tanggul) Sungai Bengawan Solo, merehabilitasi Bendung Karet Tirtonadi, menormalisasi sungai (Kali) Pepe hulu, membangun pintu-pintu air, membangun dan merehabilitasi rumah pompa banjir, dan juga menangani drainase utama perkotaan dengan meninjau masterplan dan desain drainase kota Solo, membangun perkuatan tebing, membangun IPAL Komunal, dan menormalisasi saluran drainase primer.
Dalam melakukan berbagai kegiatan pembangunan tersebut, BBWS Bengawan Solo tidak hanya memperhatikan hal-hal teknis dan keuangan saja, tetapi juga hal sosial dalam pelaksanaan pembangunan. Pada kegiatan rehabilitasi Bendung Karet Tirtonadi, ada ratusan rumah yang berdiri di bantaran Kali Anyar yang harus direlokasi. Selain itu, ada 2.035 makam juga yang harus dipindahkan, termasuk makam salah satu Putri Solo, yaitu Putri Cempo. Pemindahan makam ini pun dilakukan dengan mengikuti budaya dan tata krama yang dipegang teguh oleh masyarakat Solo.
Agar kegiatan rehabilitasi Bendung Tirtonadi berjalan lancar, BBWS Bengawan Solo pun menyelanggarakan acara pemuliaan Putri Cempo dan Sedekah Bumi pada Jumat, 26 Januari 2018 yang dihadiri oleh Kepala BBWS Bengawan Solo Charisal A. Manu, Fx. Hadi Rudyatmo dan masyarakat setempat. “Penataan lokasi Bendung Tirtonadi akan dilakukan sampai akhir tahun 2018. Tirtonadi akan menjadi tempat edukasi dan wisata sungai baru yaitu dengan membangun jembatan kaca di Bendung Tirtonadi, dan juga sebagai tempat percontohan dan peelstarian budaya,” tutur Kepala BBWS Bengawan Solo Charisal A. Manu dalam sambutannya pada acara tersebut. Acara yang diawali dengan pemotongan tumpeng dan penguburan kepala kerbau tersebut, dilanjutkan dengan penanaman pohon beringin secara simbolik dan berdoa bersama di makam Putri Cempo.
Charisal menambahkan bahwa Bendung Tirtonadi juga menerapkan inovasi yang diharapkan bisa membuat bendung awet hingga 25 tahun kedepan. Inovasi yang diterapkan oleh BBWS Bengawan Solo ada pada pekerjaan rehabilitasi Bendung Tirtonadi yaitu dengan menerapkan gate panel. Gate panel tersebut memiliki banyak keunggulan, diantaranya waktu pengoperasiannya kurang dari 60 menit; mampu melindungi air blader dari material sungai, perubahan suhu yang ekstrim dan vandalisme; lebih efisien karena dengan tinggi air blader 160 cm mampu mendapat tinggi maksimal pembendungan (gate panel) 305 cm sehingga tampungan mencapai 1 juta m3; pada saat kondisi flat, ketebalan hanya 32 cm sehingga tidak menghalangi aliran; beban didistribusikan secara seragam pada pondasi, tidak pada beban terpusat; dan kompresor yang kapasitasnya kecil sehingga menghemat biaya energi. (dro/ket KompuSDA)
- kompusda