Pengamat bidang lingkungan hidup dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, Dr Ardinis Arbain mengatakan kurangnya ruang terbuka hijau di kawasan perumahan kota menyebabkan banjir.

“Seperti banjir Padang kali ini karena tidak adanya jalan air meresap saat hujan lebat,” ujarnya menanggapi terjadinya banjir di kawasan Padang sejak dini hari, Rabu.

Dia menjelaskan banjir yang terjadi di Jondul Rawang bisa menjadi contoh tidak adanya ruang terbuka hijau.

Pada daerah itu, tambahnya banyak perumahan dengan drainase minim namun sedikit sekali yang memberikan ruang kosong untuk tanaman.

Disamping itu dalam sejarahnya daerah tersebut merupakan rawa yang ditimbun oleh beton.

Akibatnya saat hujan lebat air tidak memiliki tempat masuk ke tanah dan mengalir ke saluran air.

Akan tetapi, sebutnya karena kecilnya saluran air menyebabkan air menggenangi permukaan dan kemudian banjir.

Terlebih di daerah tersebut berada pada dataran rendah dan dekat ke laut.

“Hal ini juga terjadi di daerah berkarakter seperti itu, misal Purus,” lanjutnya.

Salah satu hal yang bisa dilakukan pemerintah, ujar dia yakni menerapkan “zero q policy” atau debit air 0.

Dalam hal ini, kata Ardinis pemerintah melakukan penambahan dan pelebaran drainase dan saluran air.

Kemudian di bagian hulu sungai seperti Batang Kuranji atau Aia Dingin dilakukan penanaman hutan kembali yang gundul atau konservasi.

Selain itu mengatur tata ruang kota khususnya dalam pengadaan sumur resapan di setiap rumah serta menyisakan ruang untuk tanaman di pekarangannya.

Pemerintah juga menetapkan jarak 50 meter dari sempadan sungai tidak ada perumahan, seperti di Banda Bakali yang berupa jalan.

“Hal ini mendesak mengingat intensitas hujan cukup tinggi ditambah adanya badai di laut, peluang banjir cukup besar,” tambanya.

Sementara itu sebelumnya sejumlah daerah di kawasan kota Padang terendam banjir hingga satu meter.

Beberapa jalan protokol di Lapai, Tan Malaka, Lubuk Lintah, juga tergenang.

sumber : AntaraSumbar

  • sisda

Share this Post