Bendung Tami merupakan salah satu infrastruktur sumber daya air yang berlokasi di Daerah Irigasi Koya, salah satu daerah pengembangan program transmigrasi. Dan daerah tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai lumbung padi untuk Kabupaten dan Kota Jayapura yang memiliki penduduk terpadat diantara kabupaten lainnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Moh. Hasan, Direktur Jenderal Sumber Daya Air didampingi oleh Kepala Balai Wilayah Sungai Papua, Happy Mulya, ketika melakukan kunjungan lapangan ke Daerah Irigasi Koya, Kota Jayapura, Papua (300414).
Manfaat Bendung Tami dan Daerah Irigasi Koya adalah mendukung program transmigrasi, mendukung program pertanian dengan luas areal 5000 ha, mendukung swasempada pangan , dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan hasil-hasil pertanian. Pola tanam daerah Irigasi Koya adalah dengan pola tata tanam padi-palawija-padi .
Sungai Tami merupakan salah satu bagian dari WS Memberamo Tami Apaufar dengan luas DAS 900 km2. Bendung Tami merupakan type bendung pelimpah bentuk gergaji (labirinth) dengan 7 gigi, lebar pelimpah 85 m dan debit banjir 100 tahunan 1500 m3/det.
“Dengan adanya daerah irigasi Koya dan Bendung Tami diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan Kabupaten Jayapura dan mendukung program ketahanan pangan. Dan diharapkan Balai Wilayah Sungai Papua juga dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten terkait dalam hal pengembangan irigasi sehingga dapat terus meningkatkan produksi padi untuk kebutuhan pangan masyarakat setempat,†jelas Moh. Hasan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan air di sungai tami adalah adanya kerusakan lingkungan di daerah hulu yang mengakibatkan sedimentasi dan sampah kayu yang menggangu aliran air di bendung tami tersebut.
“Air sangat erat dengan produk lingkungannya, jikalau produk lingkungannya rusak, maka kondisi air nya pun akan rusak, untuk itulah perlu adanya pengelolaan terpadu dari hulu ke hilir, tugas balai adalah bagaimana agar menjaga daerah hulu agar tidak rusak, melalui upaya konservasi lingkungan, sementara di hilir bagaimana agar banjir tidak menggangu aktivitas masyarakatnya†tambah Moh. Hasan ketika melihat langsung kondisi bendung tami tersebut.
Peletakan Batu Pertama Gedung Balai Wilayah Sungai Papua
Dalam rangkaian kegiatan kunjungan lapangan Direktur Jenderal Sumber Daya Air juga dilakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung BWS Papua. Dalam kegiatan tersebut hadir Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Hary Dosinaen dan Wakil Walikota Jayapura, Robert Gjonsoe
“Pembangunan Gedung BWS Papua berdiri diatas tanah seluas 7633 m2 dan luas bangunan 5344 m3, merupakan bangunan dengan 3 lantai, memakai konsep perencanaan green architecture dan ramah lingkungan,†jelas Happy Mulya, Kepala BWS Papua dalam acara Peletakkan Batu Pertama Gedung Balai Wilayah Sungai (BWS) Papua (300414).
Lanjut Happy, syarat arsitektur bangunan gedung pemerintah adalah formal, mengadopsi unsur kedaerahan, mempertimbangkan fungsi ruang, efisiensi dan efektivitas ruang, sistem konsepsi ramah lingkungan dan hemat energi dengan memaksimalkan cahaya alam. Maka seluruh material konstruksi tidak menggunakan kayu dan itu berarti menyelamatkan sekitar 500-an batang pohon. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung upaya Papua sebagai salah satu paru-paru dunia. Gedung ini juga hemat air dimana air hujan dan air kotor tidak langsung dibuang tapi ditampung dahulu dalam sumur resapan agar limpasan air tersebut dapat diresap ke dalam tanah sehingga mengurangi limpasan ke arah jalan atau lingkungan. Dan dimaksimalkan dengan taman parkiran dan vegetasinya untuk meningkatkan nilai estetika serta menciptakan suhu yang nyaman.
Pembangunan gedung ini pada menghabiskan dana sekitar Rp. 49 milyar yang bersumber dari APBN TA 2013-2014. Dan pada tahun 201 masih dibutuhkan biaya sekitar Rp. 8,6 milyar.
Moh. Hasan mengatakan bahwa gedung-gedung Kementerian Pekerjaan Umum adalah gedung yang ramah lingkungan dengan green architecture. Hal ini bertujuan agar tidak menyebabkan degradasi lingkungan, mengingat saat ini banjir sudah terjadi di berbagai kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Jawa Barat dan Manado.
“Mengenai banjir yang terjadi Jayapura disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu degradasi lingkungan seperti penggundulan hutan, pertambangan dan sedimentasi. Dan ini adalah tugas kita semua untuk mengatasi masalah tersebut yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten, kita akan membantu untuk mengatasi permasalahan irigasi dan pelebaran sungai-sungai tapi kita membutuhkan pengendalian dari hulu karena tanpa kesadaran masyarakat permasalahan air tidak akan dapat diselesaikan. Apa yang sudah kita bangun disini merupakan bukti keseriusan kita untuk menyelesaikan permasalahan sumber daya air di tanah papua,†jelas Moh. Hasan
Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Papua mengatakan permasalahan yang terjadi terkait masalah air agar menjadi perhatian kita semua. Beliau menghimbau agar BWS Papua untuk selalu berkoordinasi baik secara vertikal, horizontal maupun diagonal dengan semua pihak untuk bersama-sama, terlebih lagi dengan seringnya banjir yang melanda di beberapa daerah di Indonesia.
(ard-datinSDA)
- Superman