Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) melaksanakan seminar di Bandung (19/09) dalam upaya untuk memperoleh masukan bagi PPLS yang efektif dan efisien. Seminar ini turut mengundang para akademisi dari perbagai perguruan tinggi se-Indonesia, antara lain Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Brawijaya (UB), Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Parahyangan, Universitas Pancasila, dan lainnya.  
 
Seperti kita ketahui bersama, semburan Lumpur Sidoarjo yang kita kenal dengan Lusi ini, sudah terjadi selama 13 tahun. Lokasinya terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Lokasi awal kejadian terletak sekitar 200 meter dari sumur pengeboran gas Banjar Panji -1 milik PT Lapindo. Lusi merupakan fenomena kebencanaan baru di bumi, walaupun sejak tahun 2014 intensitas semburannya mengalami penurunan, namun masih bersifat fluktuatif, sehingga masih tetap bertenaga dan masih mampu menimbulkan ancaman.
 
Dampak semburan lumpur Sidoarjo ini, sangat menimbulkan kebencanaan luar biasa terutama bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Banyak yang kehilangan tempat mencari sumber penghidupan dan kehilangan tempat tinggal berikut dengan permasalahan lainnya.
 
Oleh karena, PPLS yang dibentuk melalui Perpres No 21 Tahun 2017 berupaya mencari solusi atas permasalahan yang ditimbulkan Lusi serta menganalisa manfaat apa yang bisa digali dan diperoleh dari semburan Lusi tersebut. Seminar dilaksanakan oleh PPLS ini melibatkan berbagai stakeholders terkait.
 
Dalam sambutannya, Kepala PPLS Jefry Recky Pattiasina menyampaikan bahwa melalui seminar ini diharapkan didapat berbagai informasi dan gagasan tentang pengendalian lumpur, sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan menganalisa dengan tepat serta menerapkan hasil hasil penelitian yang berkaitan dengan Lusi. Sangat diharapkan nantinya ada inovasi dalam hal pengendalian Lusi dari pusat semburan hingga muara. Nantinya tentu ada perubahan paradigma dalam melihat Lusi sebagai potensi, bukan bencana semata.
 
Dalam seminar ini juga dibahas beberapa permasalahan yang belum tuntas terkait Lusi, antara lain sertifikasi aset tanah atas pembelian tanah dan bangunan warga terdampak, penyelesaian ganti rugi tanah dan bangunan dalam peta area terdampak, perkara hukum yang masih dalam proses penyelesaian, peremajaan peralatan pompa yang rata rata sudah berusia lebih dari 10 tahun, pengendalian banjir dan pengkajian batas wilayah kerja peta area terdampak.
 
Seminar ini menghadirkan Prof Hardi Prasetyo (Kepala BPLS 2016-2017), Handoko Teguh Wibowo (Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengda Jatim), Ahli Geoteknik - Dr. Ria Asih (Dosen ITS), Prof Iwan Krisdasantausa (Ahli Teknik Sipil), Dr. Heryadi Rahmat (Masyarakat Geowisata Indonesia), Lasino (Puslitbang Perumahan dan Permukiman) serta Mudjiadi (Direktur Jenderal SDA periode sebelumnya) yang bertindak sebagai moderator. (kompusda/Nanda)
 
 

  • kompusda

Share this Post