Berita Balai Wilayah Sungai Maluku Utara > Seperti 660 Lapangan Bola Yang Dipenuhi Pemain, Lahan-lahan Itu Kini Kembali Dipenuhi Sawah-Sawah
Sabtu, 18 Oktober 2025, Dilihat 6 kali
Seperti 660 Lapangan Bola Yang Dipenuhi Pemain, Lahan-lahan Itu Kini Kembali Dipenuhi Sawah-Sawah
Bayangkan sebuah padang hijau seluas 660 lapangan bola. Itulah gambaran nyata dari lahan pertanian yang kini kembali berfungsi berkat program P3TGAI (Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi) pada tahun 2025 ini. Di balik angka 473 hektar itu, tersimpan kisah tentang air yang kembali mengalir, petani yang kembali menanam, dan kehidupan yang kembali berdenyut.
Irigasi bukan sekadar saluran air; ia adalah nadi kehidupan desa. Tanpa air, sawah hanyalah hamparan tanah yang retak dan gersang. Tetapi ketika air mulai menelusuri saluran irigasi seperti darah yang mengalir ke setiap urat tubuh, lahan yang tadinya mati perlahan hidup kembali. Padi tumbuh, hijau merata, dan di setiap helai daunnya, ada simbol dari ketahanan pangan bangsa.
Program P3TGAI bisa diibaratkan sebagai obat penyembuh bagi lahan-lahan yang lama tertidur. Melalui perbaikan jaringan irigasi tersier dan partisipasi langsung masyarakat petani, lahan seluas ratusan hektar kini bisa bernafas kembali. Air yang dulu tersumbat kini mengalir lancar hingga ke petak-petak sawah paling ujung.
Jika air adalah kehidupan, maka saluran irigasi adalah jembatan yang menghubungkan harapan dengan kenyataan. Setiap proyek P3TGAI bukan hanya menghidupkan tanah, tetapi juga menggerakkan ekonomi desa. Ketika sawah berproduksi, warung kembali buka, anak-anak kembali sekolah, dan roda kehidupan berputar. Dari sinilah tampak bahwa pembangunan irigasi tidak berhenti di beton dan aliran air — melainkan menjelma menjadi pembangunan manusia dan kesejahteraan.
Empat ratus tujuh puluh tiga hektar bukan sekadar angka teknis, melainkan cermin betapa pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Sebab, irigasi bukan milik lembaga semata; ia milik setiap petani yang menggenggam cangkul dan menatap langit dengan doa agar air terus mengalir.
Seperti 660 lapangan bola yang dipenuhi pemain, lahan-lahan itu kini kembali dipenuhi kehidupan. Di sanalah pertandingan ketahanan pangan dimulai — bukan melawan lawan, tapi melawan waktu dan ketergantungan. Dan lewat air, Indonesia kembali meneguhkan tekadnya: untuk berdiri di atas tanah sendiri, menghidupi rakyatnya dari hasil bumi sendiri.

