Berita Balai Wilayah Sungai Maluku Utara > Setengah Jam yang Mengubah Segalanya: Cerita Petani dari Bumi Restu Halmahera Timur
Senin, 27 Oktober 2025, Dilihat 63 kali
Setengah Jam yang Mengubah Segalanya: Cerita Petani dari Bumi Restu Halmahera Timur
Halmahera Timur — Pagi itu, suara gemericik air terdengar pelan di saluran baru yang membelah area persawahan Desa Bumi Restu, Kecamatan Wasile. Alirannya tampak jernih, mengalir teratur menuju petak-petak padi muda yang mulai menghijau. Bagi para petani di desa ini, air bukan hanya unsur alam, tetapi faktor hidup yang menentukan panen, pendapatan, bahkan harapan.
Sebelum adanya rehabilitasi jaringan irigasi tersier, petani Bumi Restu kerap menghadapi aliran air yang lambat dan tak merata. Sebagian lahan terpaksa dibiarkan kering karena air tidak sampai ke ujung saluran. Kini, setelah pembangunan irigasi melalui Program Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2025 yang dijalankan oleh BWS Maluku Utara, situasi itu berubah signifikan.
Ketua Kelompok Tani Super Maju, Subiman, menyampaikan bagaimana perubahan itu terasa langsung di lapangan.
“Alhamdulillah, sekarang air bisa sampai ke sawah lebih cepat. Dulu kami bisa makan waktu sampai lima atau enam jam baru air tiba, tapi setelah ada saluran ini paling-paling setengah jam sudah nyampe air itu sampai di tempat,” ujarnya.
Saluran baru itu memang tampak sederhana, namun secara teknis memiliki fungsi vital: mempercepat waktu tempuh air dari titik sumber hingga ke lahan produktif. Efisiensi ini berarti penghematan tenaga, waktu, dan biaya bagi petani, sekaligus peningkatan stabilitas pola tanam mereka.
Namun, bagi Subiman, pembangunan fisik hanyalah satu sisi dari upaya membangun sistem pertanian yang berkelanjutan.
“Ke depan, kalau bisa, sumber air irigasi juga dapat diusahakan dari pengelolaan limbah-limbah perusahaan. Bagaimana caranya, ya tentu perlu direkayasa agar bermanfaat. Kami sebagai petani ingin terus bisa bercocok tanam dengan baik, tapi jangan sampai limbah itu justru mengganggu aliran air irigasi,” ujarnya menekankan.
Pernyataannya menunjukkan kesadaran ekologis yang tumbuh di kalangan petani lokal—sebuah hal yang jarang terdengar di wilayah pedesaan terpencil. Ia menilai keberlanjutan irigasi bukan hanya soal membangun, tetapi menjaga kebersihan air dan fungsi jaringan secara rutin.
“Jadi kan ini bukan sekadar satu dua kali tanam pak, ini untuk ke depan seterusnya. Kita punya anak cucu juga yang akan menikmati air ini,” tambahnya.
Program rehabilitasi irigasi di bawah koordinasi BWS Maluku Utara menjadi bagian dari komitmen Kementerian PU untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dan pemeliharaan berkelanjutan, program ini menempatkan petani bukan hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga penjaga utama infrastruktur air.
Di tengah cuaca tropis yang tak menentu, air yang mengalir setengah jam lebih cepat bukan sekadar kemudahan teknis—ia adalah simbol dari perubahan konkret yang dirasakan langsung di sawah. Dari saluran yang kini berfungsi optimal, mengalir tidak hanya air, tetapi juga keyakinan bahwa pertanian di Bumi Restu masih memiliki masa depan.
#SigapMembangunNegeriUntukRakyat
#MengelolaAirUntukNegeri
#IrigasiUntukSwasembadaPangan
#setahunberdampak

