Bendung Air Alas

Bendung Air Alas, Kabupaten Seluma. Dibangun tahun 1996 - 1998.

Bendung Air Nipis Seginim

Bendung Air Nipis Seginim, Kabupaten Bengkulu Selatan. Dibangun tahun 1984 - 1986.

Bendung Air Manjuto

Bendung Air Manjuto, Kabupaten Mukomuko. Dibangun tahun 1983 - 1986.

Bendung Air Lais Kuro Tidur

Bendung Air Lais Kuro Tidur, Kabupaten Bengkulu Utara. Dibangun tahun 1980 - 1983.

Bendung Air Seluma

Bendung Air Seluma, Kabupaten Seluma. Dibangun tahun 1975 - 1980.

Bendung Air Ketahun

Bendung Air Ketahun, Kabupaten Lebong. Dibangun oleh Belanda. Rehabilitasi tahun 1980.

Tonton video-video terbaru kami di laman YouTube BWS Sumatera VII dan jangan lupa like dan subscribe

WS NASAL PADANG GUCI

blog-thumb

1. Maksud 
Maksud penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air WS NPG adalah menyusun rencana menyeluruh dan terpadu pengelolaan sumber daya air yang ada di WS NPG dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah serta keseimbangan antara upaya konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air, sehingga dapat menjadi pedoman dan arahan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air secara terpadu, terkoordinasi dan berkesinambungan dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun (2015-2035). 
 
2. Tujuan 
Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air WS NPG adalah terwujudnya kelestarian sumber daya air, pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya air yang serasi dan optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lingkungan dan mengurangi daya rusak air serta sesuai dengan kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang berkelanjutan. 
 
3. Sasaran 

Sasaran rencana adalah sebagai dokumen pedoman yang mengikat bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air di WS NPG, serta memberikan arahan penyelenggaraan:  

  • konservasi sumber daya air terpadu di WS NPG;
  • pendayagunaan sumber daya air di WS NPG dengan mempertimbangkan kebijakan daerah, termasuk arahan zonasi dalam penataan ruang;
  • pengendalian daya rusak air di WS NPG;
  • sistem informasi sumber daya air di WS NPG; dan
  • pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air di WS NPG.

4. Karakteristik Wilayah Sungai 
a. Wilayah Administrasi 

Wilayah Kerja WS NPG meliputi beberapa kabupaten pada Provinsi Bengkulu, Provinsi Sumatera Selatan serta Provinsi Lampung dengan rincian terdapat pada Tabel 1. Peta administrasi WS NPG dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan peta pembagian DAS WS NPG dapat dilihat pada Gambar 3-4. 

Tabel 1. Luas Daerah Administrasi WS NPG 

Gambar 1. Peta Administratif WS NPG  

Gambar 2. Peta Administratif Kecamatan WS NPG 

Gambar 3. Peta Wilayah Sungai NPG

Gambar 4. Peta Pembagian Daerah Aliran Sungai WS NPG 

b.  Wilayah Hidrologis 
Luas WS NPG sebesar 486.243,77 Ha atau 4.862,44 km2 yang meliputi 19 (sembilan belas) daerah aliran sungai yang bagian hulunya berada pada wilayah perbatasan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan. Dari sekian banyak DAS tersebut terdapat beberapa DAS yang lintas Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung. DAS terluas di WS NPG adalah DAS Air Luas (86.274,71 ha) sebesar 17,7% dari total luas WS melewati dua kabupaten, yaitu Kabupaten Oku Selatan dan Kaur. Luas masing masing DAS dapat dilihat pada Tabel 2. 

Tabel 2. Luas Daerah Aliran Sungai pada WS NPG

c. Kondisi Topografi 
Provinsi Bengkulu memiliki topografi datar, bergelombang dan berbukit (curam). Topografi yang datar terletak di bagian Barat yang memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat hingga perbatasan Provinsi Lampung. Topografi bergelombang posisinya berada di sebelah Timur dari jalur pertama, merupakan lereng Pegunungan bukit Barisan. Topografi berbukit (curam) berada pada jalur kedua sampai ke puncak pegunungan Bukit Barisan. Jalur Pertama, daerah dengan ketinggian 100 mdpl, terdapat disepanjang pantai dengan klasifikasi low land dengan luas mencapai 708.435 Ha (35,80%). Jalur Kedua, daerah dengan ketinggian 1.000 mdpl, terletak disebelah timur jalur pertama yang merupakan lereng pegunungan Bukit Range, daerah ini dibagi dua kelompok yaitu: daerah dengan ketinggian 100 – 500 mdpl dengan luas mencapai 625.323 Ha (31,60%), dan daerah dengan ketinggian 500 – 1000 mdpl, luasnya mencapai 405.688 (20,50%). Jalur Ketiga, daerah dengan ketinggian 1.000 – 2.000 mdpl, terletak disebelah timur jalur kedua sampai ke puncak Bukit Barisan. Peta topografi dan Digital Elevation Model (DEM) WS NPG dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. 

Secara topografi Provinsi Sumatera Selatan berada di pantai timur tanahnya terdiri dari rawa-rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya berupa tumbuhan palmase dan kayu rawa (bakau). Sedikit makin ke barat merupakan dataran rendah yang luas. Lebih masuk ke dalam wilayah semakin daerahnya bergunung-gunung. Disana terdapat bukit barisan yang membelah Provinsi Sumatera Selatan dan merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 900 - 1.200 mdpl. Bukit barisan terdiri atas puncak Gunung Seminung (1.964 mdpl). Gunung Dempo (3.159 mdpl), Gunung Patah (1.107 mdpl) dan Gunung Bungkuk (2.125 mdpl). Di sebelah barat Bukit Barisan merupakan lereng. Pada lembah daerah Bukit Barisan terdapat daerah-daerah perkebunan karet, kelapa sawit dan pertanian terutama kopi dan sayuran. 

Tabel 3. Kemiringan Lereng pada WS NPG 

Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng WS NPG 

Gambar 6. Peta Digital Elevation Model (DEM) WS NPG 

Secara topografi Provinsi Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi yaitu daerah topografis berbukit sampai bergunung, daerah topografis berombak sampai bergelombang, daerah dataran alluvial, daerah dataran rawa pasang surut dan daerah River Basin. Kawasan bagian barat Provinsi Lampung merupakan daerah pegunungan sebagai Rangkaian dari Bukit Barisan. Tercatat tiga buah gunung yang tingginya lebih dari 2000 mdpl, yaitu Gunung Pesagi di Kabupaten Lampung Barat dengan ketinggian 2.239 meter, Gunung Tanggamus dengan ketinggian 2.102 meter terletak di Kabupaten Tanggamus dan Gunung Tangkit Tebak dengan ketinggian 2.115 meter terletak di Kabupaten Lampung Utara. 


 

Gambar 7. Peta Topografi WS NPG

d. Kondisi Geologi 
Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya paparan Sunda, perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara, dan merupakan bagian dari Busur Sunda. Kerak Samudra yang mengalasi Samudera Hindia dan sebagian Lempeng India-Australia, telah menunjam miring di sepanjang Parit Sunda di lepas pantai barat Sumatera (Hamilton, 1979; Curray drr., 1979). Lajur pertemuan miring ini termasuk dalam Sistem Parit – Busur Sunda yang membentang lebih dari 5.000 km dari Birma sampai Indonesia bagian timur. 

Penunjaman ke bawah Sumatera selama Tersier Bawah sampai Resen telah menimbulkan busur magma yang luas dari Pegunungan Barisan. Namun, litologi di sepanjang Sumatera yang ada hubungannya dengan busur tersebut, menimbulkan dugaan bahwa penunjaman ke bawah Sumatera telah berlangsung sejak Perem Akhir (Katili 1969, 1972; Cameron drr., 1980). Tetapi letak busur dan parit yang terdapat sekarang ini mungkin  terjadi sejak Miosen. Tekanan yang terjadi sebagai akibat penunjaman miring tersebut, secara berkala telah dilepaskan melalui sesar-sesar renggut menganan yang sejajar dengan tepi lempeng, seperti diungkapkan oleh Fitch (1972) dan dibuktikan di dalam Sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang pulau dan merentas Busur Pegunungan Barisan. 

Sehubungan dengan busur magma tersebut, dari barat ke timur, Sumatera dapat dibagi menjadi empat mandala tektonika: Lajur Akrasi atau Lajur Mentawai, Busur Muka atau Lajur Bengkulu, Busur Magma atau Lajur Barisan dan Busur Belakang atau Lajur Jambi – Palembang. Dalam hal ini, wilayah Sungai Nasal - Padang Guci terletak di dalam Lajur Akrasi, Busur Muka dan Busur Magma. Geologi Sungai Nasal - Padang Guci ini mencakup batuan beku Kenozoikum, serta runtunan batuan gunungapi dan sedimen Tersier sampai Kuarter yang menutupinya. Kenampakan struktur utama Sumatera pada umumnya sejajar dengan sumbu pulau, yang berarah baratlaut – tenggara (Coster 1974, Tjia 1977). Di antaranya banyak merupakan bentuk Tersier atau yang lebih muda, tetapi beberapa di antaranya mungkin merupakan pengaktifan kembali strukturstruktur yang berumur lebih tua.  

Tabel 4. Formasi Geologi pada WS NPG 

Gambar 8. Peta Geologi WS NPG

Gambar 9. Peta Morfologi WS NPG 

 

5. Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air 
a. Isu Strategis Nasional 

Isu-isu strategis nasional yang menjadi dasar pertimbangan perlunya Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air NPG antara lain: 
- SDGs (Suistanable Development Goals) sebagai lanjutan dari MDGs (Millennium Development Goals) 
Isu ketahanan air dengan mendukung program SDGs yang merupakan lanjutan dari MDGs. Pencapaian air bersih di Provinsi Bengkulu (2013) >35%, Provinsi Sumatera Selatan (2013) >55% dan Provinsi Lampung >50%. Target Nasional (2019) 100% dalam rangka mendukung program SDG’s (Sustainable Development Goals). 
 
- Ketahanan Pangan 
Produksi rata-rata tanaman padi sawah di WS NPG 79.404 ton/tahun dari total luas areal Daerah Irigasi eksisting 20.360 ha (produksi: 3 ton/ha dengan pola tanam P-P-PL, IP=100%+30%+30%). Kebutuhan Beras WS NPG 40.506 ton/tahun (asumsi 114 kgberas/kapita/tahun). Luas Areal Potensial (merupakan daerah yang potensial untuk dikembangkan menjadi Daerah Irigasi Teknis (bukan merupakan sawah eksisting) yaitu 7.853 ha. 


- Ketersediaan Energi 
Kapasitas jaringan pembangkit listrik di wilayah Sumatera sudah sangat mendesak untuk ditingkatkan. Pemenuhan kebutuhan saat ini saja, seringkali terjadi pemadaman bergilir pada saat beban puncak. Arah pengembangan wilayah Sumatera sebagai pusat pengembangan industri pengolahan berbasis sumber daya alam mutlak membutuhkan pasokan energi listrik yang andal dengan sistem jaringan yang terintegrasi untuk satu wilayah. Kurang terpenuhinya kebutuhan listrik masyarakat di WS NPG, data statistik PLN (2013) menyebutkan Provinsi Bengkulu dimana kekurangan daya (5.64 MW), Provinsi Lampung (2.74 MW). Terdapat potensi pengembangan PLTMH di DAS Manna, Kab. Bengkulu kapasitas 38 MW. 


- Global Climate Change 
Perubahan iklim akan menghadirkan tantangan besar bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Diperlukan aksi nasional, baik untuk mitigasi perubahan iklim global maupun melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memberdayakan masyarakat Indonesia agar dapat beradaptasi dengan dampak negatif perubahan iklim. Pemerintah Indonesia adalah peserta Pertemuan Kopenhagen bulan Desember 2009 dan penanda tangan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Indonesia adalah negara berkembang pertama yang mengumumkan target pengurangan emisi CO2 sebesar 26 % dari tingkat Business as Usual (BAU) pada tahun 2020, dan target tersebut dapat ditingkatkan hingga 41 % dengan dukungan dunia internasional. Isu adanya perubahan iklim global harus mendapatkan perhatian semua pihak yang terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Air di WS NPG. Pengaruh perubahan iklim pada WS NPG adalah terjadi kenaikan muka air laut, pergeseran musim dan perubahan cuaca yang berdampak pula terhadap ancaman banjir yang meningkat di beberapa lokasi. Oleh karenanya kegiatan konservasi Sumber Daya Air menjadi prioritas untuk dilaksanakan dalam program GNKPA (Gerakan Nasional Komite Penyelamatan Air). 
 
b. Isu Strategis Lokal 
Isu strategis lokal pada WS NPG mencakup hal berikut ini : 

  1. Banjir; Banjir terjadi di beberapa sungai diantaranya Sungai Nasal, Sungai Padang Guci, Sungai Manna, Sungai Kinal, Sungai Luas dan Sungai Nipis. Bencana banjir sering terjadi tiap tahunnya di Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan dengan luas ± 100 Ha dan lama banjir sekitar 5 jam. Banjir juga terjadi Desa Talang Guci I & II Kecamatan Padang Guci Kabupaten Kaur. Penyebab banjir dikarenakan banyaknya kerusakan hutan di bagian hulu sungai yang disebabkan karena penebangan liar dan konversi lahan menjadi perkebunan sawit.  
  2. Pencemaran Sungai; Pencemaran sungai dijumpai di Sungai Air Manna, Sungai Air Sulau Kanan, Sungai Air Luas, dan Sungai Air Sambat kondisinya tercemar sedang. Penyebab pencemaran dikarenakan limbah sawit. 
  3. Abrasi Pantai; Terjadi abrasi pantai di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur sebagai daerah pesisir yang mempunyai panjang garis pantai ± 60 km, berpotensi mengalami kerusakan hutan mangrove dan pesisir.  Abrasi pantai terjadi di Kecamatan Maje, Kecamatan Kaur Selatan, Kecamatan Semidang Gumay dan Kecamatan Tanjung Kemuning. 
  4. Lahan Kritis; Terdapat beberapa DAS kritis, dengan prosentase kekritisan lahan sebagai berikut: agak kritis 25,79%, kritis 20,52%, potensial kritis 22,83%, sangat kritis 8,35%, dan tidak kritis 22,50%.
  • Oct, 27, 2017
  • Dilihat 11980 kali
  • Cetak
  • Bagikan :





Arsip