Bebas Genangan, Kota Semarang Jadi Kenangan
Pemandangan rob dan banjir berupa genangan air di beberapa wilayah ini hingga saat ini masih terus menjadi ?momok? warga Kota Semarang. Dimana saat hujan deras hanya beberapa jam saja, kawasan Kota Lama seperti Jalan Tawang, Jalan Ronggowarsito menuju Pelabuhan Tanjung Emas akan tertutup air banjir dan rob.
Serta kawasan Pasar Johar, Jalan Agus Salim, Bundaran Bubakan, Jalan Pattimura akan tergenang. Bahkan, di jalan-jalan protokol tak luput dari genangan. Rob atau banjir air laut adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut pasang yang menggenangi daratan. Merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut.
Di Semarang, rob ini telah terjadi cukup lama dan semakin parah karena terjadi penurunan muka tanah sedang muka air laut meninggi sebagai akibat pemanasan suhu bumi. Dan ditambah dengan penyedotan air tanah sehingga muka tanah turun.
Di wilayah Semarang Utara akibat rob parah dialami warga yang berada di daerah terkena dampak banjir dan rob. Seperti diungkapkan salah satu warga Sami Waskito (50). Rumah yang kini hanya tampak bagian atapnya karena kalah berlomba dengan lantai yang terus ditinggikan itu memaksa Waskito membungkuk saat memasukinya, menerobos lubang pintu yang masih tersisa. Lubang pintu rumahnya itu hanya menyisakan tinggi 60 centimeter, sampai-sampai daun pintu pun tak muat untuk dipasang. Suami Sutati ini mengakui rumahnya sudah "tenggelam" dua meter karena lantainya terus diuruk.
Seperti masyarakat umumnya, Waskito tentu berharap hidup layak di tempat tinggalnya yang dihuninya sejak tahun 1975 lalu di Jalan Cumi-Cumi II A RT 4/RW 4 Bandarharjo, Semarang Utara itu, tetapi karena keterbatasan ekonomi memaksa rumahnya "tenggelam". Meski demikian semangatnya untuk terus bekerja tak pernah padam untuk menghidupi keluarganya sebagai tukang reparasi barang-barang elektronik di lingkungannya.
Pekerjaan itu dilakoni bapak lima orang anak ini selepas ?pensiun? dari pekerjaanya yang dulu sebagai sopir mobil rental. ?Saya mengharapkan mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk bisa membangun rumah saya yang hampir tenggelam. Saya hanya selama ini bisa ?menguruk? atau meninggikan lantai dengan tanah,? katanya.
Nelwan akademisi Undip mengatakan, penyebab banjir dan rob di Kota Semarang ini adalah penurunan tanah. Untuk itu, agar tak lagi turun tanah, maka penyebab penurunan tanah adalah menipisnya air dalam tanah. Harus ada pengisian kembali atau yang bisa disebut ground water recharge.
?Pengisian ulang air tanah, mudah dilakukan yakni dengan mengalirkan air ke dalam tanah. Air hujan misalnya, bisa ditampung di suatu tempat lalu dimasukkan ke tanah. Tidak semua air dialirkan melalui saluran dan sungai. Sebagian diantaranya lebih baik diisikan ke dalam tanah,? jelas Nelwan akademisi Undip.
Menurut Nelwan, lapangan Simpanglima sekarang telah berubah menjadi taman, dulunya adalah sawah untuk meresap air hujan, karena asal mula Semarang dari dataran lumpur, yang kemudian hari berkembang pesat menjadi lingkungan maju dan menampakkan diri sebagai kota yang penting. Di masa lalu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama Pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju daerah Barat.
Di suatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, ia membuka hutan dan mendirikan Pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang atau bahasa Jawa ?Asem Arang?, sehingga memberikan nama daerah itu menjadi Semarang.
Bagi sastrawan terkemuka Indonesia Pramudya Ananta Toer saat menginjakkan kakinya di Kota Semarang, mengatakan, terhadap Kota Semarang khususnya di Stasiun Tawang yang berada di Kawasan Kota Lama bahwa kolam raksasa atau dikenal Polder Tawang yang dulunya adalah lapangan bola yang ditumbuhi banyak pohon asem di sekelilingnya.
Namun seiring perkembangannya tempat ini disulap menjadi polder untuk menampung air yang menggenangi kawasan Kota Lama setiap musim hujan tiba. Tak hanya di lokasi itu, di ujung jalan Cendrawasih itu sepanjang kiri kanan, adalah Jalan Letnan Jenderal Suprapto yang dulu bernama Heerenstraat atau gentlemantreet. Sejajar dengan jalan itu, di sebelah Selatan adalah Jalan Kepodang yang dulu bernama Hoogendorpstraat yang seluruhnya jalanan di Kota Lama telah dipasangi paving block agar awet, juga merupakan kawasan langganan banjir.
Kawasan Kota Lama adalah aset kota yang berharga, mempunyai ciri khusus dan layak jual dalam koridor turisme. Destinasi ini menjadi magnet pariwisata di Kota Atlas. Kotalama juga disebut sebagai kawasan ?Little Holland?. Betapa sejak dulu Kota Semarang sudah dikenal dengan genangan adalah ?momok? bagi warga dan pelancong yang berlibur di Kota Atlas ini.
Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, berada pada posisi berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Demak di timur, Kabupaten Semarang di Selatan dan Kabupaten Kendal di barat. Dengan luas kota 37.366.838 hektare atau 373,67 km2.
Di mana Kota Semarang terdapat 16 Kecamatan dan 117 kelurahan serta dibagi menjadi dua wilayah Barat atau disebut kota bawah dan wilayah Selatan atau disebut kota atas, yang meliputi Candi, Mijen, Gunungpati dan Banyumanik. Sedangkan daerah yang sering terkena terjangan banjir dan rob adalah terletak di kota bawah yaitu Mangkang, Ngaliyan dan Semarang Utara. Sehingga masalah genangan baik banjir dan rob terus tak terpisahkan di Kota Semarang yang sudah muncul sejak tahun 80-an.
Solusi tangani banjir dan Rob
Polder atau rumah pompa total di Kota Semarang yang saat ini ada sekitar 40 titik masih dimaksimalkan. Misalnya, Polder Tawang, Polder Kalibanger, Polder Sugiyono, dan Polder Mberok. Saat ini pembangunan Polder Kalibangger telah mencapai 50 persen rampung.
Paramesthi Iswari perwakilan Belanda proyek Polder Kalibanger/ Representative Hoogheemraadschap van Schieland en de Krimpenerwaard (HHSK), mengatakan total anggaran untuk Polder Rp 84 miliar terdiri atas dari Pemerintah Kota Semarang dan Provinsi serta Pusat.
Iswari menambahkan, pompa Kalibanger nantinya ada empat buah dan satu cadangan, per pompa memiliki kapasitas 1,5 meterkubik/detik sehingga mampu memompa air total 6 meterkubik/detik. Ruang lingkup polder Kalibanger 530 hektare mencakup 10 kelurahan di Kecamatan Semarang Timur, akan menurunkan ketinggian air mencapai 2 meter dari wilayah Banger dari ketinggian muka air saat ini.
Pemerintah Kota Semarang, cukup kewalahan menangani banjir, sampai mendapatkan bantuan dari Jepang, yang dimulai pada 2009 lalu sampai saat ini untuk membangun megaproyek, sebagai antisipasi banjir dan rob dengan melakukan Normalisasi Kali Banjirkanal Barat dan Timur, satu paket dengan Waduk Jatibarang. Selain itu melakukan normalisasi Kali Asin, dan Kali Baru.
Normalisasi Kali Banjirkanal Barat sepanjang 9,2 km dimulai dari Tugu Suharto hingga muara didanai Jepang. Pembangunan ?ini bisa meningkatkan debit air yang semula 300-400 m3/detik menjadi 740m3/detik dari yang seharusnya 970m3/detik. Dengan anggaran Rp 250 miliar berasal dari Japan International Corporation Agency (JICA).
Menteri PU Joko Kirmanto mengatakan, adapun total luas lahan ada sekitar 384 hektare, yang akan digunakan sebagai tempat pembangunan waduk Jatibarang. Ditambahkannya, total anggaran yang dianggarkan guna pembangunan waduk tersebut mencapai Rp 1,6 triliun. Anggaran itu didapat dari hasil pinjaman pemerintah ke JICA Jepang. Selain dana pinjaman dari JICA, pemerintah juga telah menyediakan dana pendamping yang didapat dari APBN.
Sementara itu Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana Ir. Isprasetya Basuki dalam kesempatan yang sama mengatakan, target pembendungan waduk diharapkan dapat selesai Oktober 2013, sehingga Januari 2014 diharapkan Waduk Jatibarang sudah dapat difungsikan. Pembangunan waduk menjadi salah satu upaya penanganan banjir di daerah Semarang dan sekitarnya. Waduk ini memiliki daya tampung sebesar 2,6 juta m3/detik dan dapat mengurangi debit banjir hingga 170 m3/detik.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga merencanakan akan membangun tembok pengusir rob atau Giant Sea Wall. Pemerintah Provinsi akan mendukung pemerintah kota semarang dalam upaya mengatasi rob dan banjir yang menjadi beban ?politis? Kota Semarang selama ini.
Tak hanya pemerintah para akademisi juga ?urun? solusi untuk mengatasi rob dan banjir di Kota Semarang seperti dari Ikataan Alumni Teknik Sipil (Ikateksi) mengusulkan pembangunan sabuk pantai dibangun di Teluk Semarang terbentang dari Kabupaten Kendal (Kali Bodri/Korowelang)- Kota Semarang-Kabupaten Demak(Kali Wulan) dengan panjang pantai 40,64 km dengan garis pantai 82,45 km, sabuk pantai bisa dibangun sepanjang 71,523 km dengan perkiraan biaya sekitar Rp 7,152 triliun. Sedangkan jika disepakati perkembangan sabuk pantai multifungsi sebagai jalan tol, maka panjangnya 33,29 km dengan perkiraan biaya sebesar Rp 9,501 triliun.
MR Priyanto Ketua Ikatan Alumni Teknik Sipil (Ikapeksi) Undip menuturkan, pemilihan sabuk pantai multifungsi sendiri diyakini lebih ramah lingkungan dan bermanfaat untuk mengurangi kemacetan lalulintas di Kota Semarang. Struktur sabuk pantai yang menggunakan tiang pancang, disamping bisa dimanfaatkan menjadi jalur kendaraan, misalnya jalan tol, hal ini juga bisa mencegah abrasi, banjir dan rob, terutama penurunan tanah.
Apalagi sabuk pantai multifungsi sudah masuk dalam Perda RT-RW Kota Semarang untuk mengatasi banjir dan rob. Jika menggunakan Giant Sea Wall, selain harus mereklamasi pantai dengan pengerukan tanggul, konsep ini juga harus mengupayakan pembebasan tanah warga.