Pengelolaan bendungan yang efektif memerlukan adanya strategi untuk merespon apabila terjadi keadaan darurat. Strategi ini mencakup protokol evakuasi, prosedur komunikasi darurat, dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait. Oleh karena itu, diperlukan adanya monitoring dan pemeliharaan bendungan sebagai upaya deteksi dini sekaligus memastikan bendungan tetap dalam kondisi prima. Selain itu, penting pula untuk melaksanakan pelatihan dan simulasi penanganan untuk kesiapan dalam kondisi darurat.
Demikian disampaikan Direktur Sungai dan Pantai Direktorat jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Dwi Purwantoro saat membuka acara Workshop Sesi I Seminar Nasional Bendungan Besar Tahun 2024 di Yogyakarta, Sabtu (16/11/2024).
Dwi menjelaskan, manajemen resiko dalam perencanaan bendungan melibatkan serangkaian tahapan krusial untuk memastikan keamanan dan keberlangsungan bendungan. Tahap pertama berupa identifikasi terhadap seluruh potensi resiko di lokasi pembangunan bendungan, termasuk gempa bumi, banjir, potensi rembesan, serta kemungkinan kegagalan operasional.
“Setelah resiko-resiko ini diidentifikasi, maka tahap selanjutnya adalah memperhitungkan dampak dan kemungkinan terjadinya resiko. Proses ini melibatkan perhitungan dari segi teknis serta menggunakan model untuk memprediksi potensi kerusakan. Data ini kemudian digunakan untuk menentukan langkah-langkah penanganan yang perlu menjadi prioritas,” paparnya.
Direktur Sungai dan Pantai juga menekankan pentingnya pembangunan dan pengelolaan bendungan untuk mencapai swasembada air, energi, dan pangan. Fungsi bendungan sangatlah vital, antara lain untuk menyediakan air baku, suplai air irigasi, serta pembangkit listrik yang ramah lingkungan.
Workshop kali ini merupakan bagian dari kegiatan yang dilaksanakan Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNIBB) - Indonesia National Committe on Large Dams (INACOLD). Untuk workshop Sesi I mengambil tema “Risk Management in Dam Design” dengan narasumber Hiroshi Shimizu dan Naoya Mizuno dari Japan International Cooperation Agency (JICA). (Tim Humas SO)